Kami sengaja mengunggah hasil tugas ips kami sebagai contoh untuk adik-adik kelas smkn1ngawen khususnya dan bagi seluruh peajar di dunia umumnya.
Cover (halaman depan Laporan)
LAPORAN
KUNJUNGAN KE CANDI SOJIWAN
Disusun Oleh : 1.
Diana Cholida (09) 2.
Duwie Kresno Wibowo (12)
3. Rizki Pratama (25)
4. Setyawan Adi Nugroho (29)
Kelas : XI TAB
PEMERINTAH
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
DINAS
PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
SMK
NEGERI 1 NGAWEN
Alamat : Jono, Tancep, Ngawen,
Gunungkidul, Yogyakarta
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberi curahan dan limpahan rahmat kepada kami sehingga
penyusun masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas laporan kunjungan ke
Cagar Budaya di Daerah Klaten.
Untuk melengkapi tugas sejarah
mengenai cagar budaya kami melakukan kunjungan ke Candi Sojiwan peninggalan
umat Budha yang terletak di Desa Kebondalem Kidul,
Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
Laporan ini disusun berdasarkan
hasil pengamatan serta informasi dari juru kunci yang dilaksanakan pada Minggu,
24-01-2016.
Tentu saja banyak sekali kekurangan
dalam berbagai hal, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan dalam
rangka meningkatkan kualitas laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat
dan menambah wawasan kita mengenai cagar budaya.
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................1
DAFTAR
ISI......................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................3
A. LATAR
BELAKANG..................................................... 3
BAB II
PEMBAHASAN................................................................... 4
A. ISI.....................................................................................4
BAB
III PENUTUP..........................................................................27
A. KESIMPULAN.............................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Untuk
meningkatkan gambaran serta wawasan mengenai cagar budaya yang ada di sekitar
kita, maka kami mengadakan kunjungan ke salah satu cagar budaya tepatnya ke
Candi Sojiwan agar kami memiliki pencitraan mengenai peninggalan-peninggalan
budaya pada jaman dahulu. Candi Sojiwan ini salah satu peninggalan umat budha. Dengan
adanya kunjungan ini diharapkan siswa mampu melestarikan kebudayaan yang telah
ada.
B. Rumusan
Masalah
1.
Sejarah pembangunan
candi
2.
Relief fabel di Candi
Sojiwan
3.
Struktur bangunan candi
4.
Pemugaran candi
5.
Budaya yang sering
dilaksanakan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Candi Sojiwan
Candi
Sojiwan merupakan salah satu monumen dari Dinasti Mataram Kuno yang didirikan
olehRaja Balitung, Raja dari Dinasti Sailendra yang termuat di dalam Prasasti
Rukam bertanggal 829 Saka (19 oktober 907 M) prasasti ini ditemukan di Desa
Petarongan, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah
beserta alat-alat upacaranya. Sedangkan Letak Candi Sojiwan berada di Desa
Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.Luas
komplek candi seluruhnya 8.140 m2 dan luas bangunan utama candi
sekitar 401,3 m2 dan tinggi candi kurang lebih 27 m. Candi ini
menghadap ke barat. Candi ini didirikan sebagai bentuk penghormatan Raja Balitung kepada neneknya
yaitu Nini Rakyan Sanjiwana yang beragama Budha.Di kaki candi terdapat relief
berupa fabel yang dinamakan Jataka atau fabel moralitas yaitu gambaran kehidupan
masa lalu.Di tangga bagian timur diapit arca makara. Di dalam candi ditemukan arca
dwarapala. Juga terdapat tiga arca yang dinamakan amitaba atau budha. Yang
terdiri dari Yanibudha artinya jalan kebenaran, yanibudhisatwa adalah jalan
untuk mencapai kebenaran, dan manusibudhisatwa atau pasamansuci. Ketiganya
mempunyai arti sendiri-sendiri untuk mempersatukan menuju yang maha kekal. Arca
dihidupkan melalui persembahan. Dalam upacara persembahan di bilik candi
seseorang mengucapkan mantra untuk menghidupkan arca (lingga-Yoni) di dalam
bilik candi.
Untuk
menghidupkan arca diperlukan aspek fisik dan roh. Unsur fisik diwujudkan dengan
sembilan dewa dari penjuru mata angin yang ditempatkan di kotak peripih di sumuran candi. Unsur roh
diwujudkan dengan dewa yang berada di kotak peripih di puncak bilik candi.
Melalui sebuah persembahan kedua unsur ini bertemu yang menyebabkan arca
menjadi hidup dan dapat berkomunikasi dengan pelaku persembahan. Candi memiliki
tiga bagian, yaitu arupadatu (kaki candi) tempatnya manusia biasa, rupadatu
(tubuh candi) melambangkan antara tempat manusia biasa dan para dewa, kamadatu
(bagian atapcandi) tempat para dewa. Jadi manusia yang akan meninggalkan
kehidupan duniawinya dalam keadaan suci, bisa menemukkan tuhannya (yang
dilambangkan berada di atap candi). Membangun candi harus ada titik nol. Bagian
candi juga memiliki sudut. Pada sudutCandi Sojiwan terdapat kotak peripih yang
berisi periuk perunggu dan peripihnya . Bila dalam agama hindu kotak peripih berisi
tulang ataupun abu raja . Peripih bila dalam istilah bahasa jawa ialah tumbal.Peripih
yang berada di dalam tempat tersebut terdapat
lempengan emas yang tertulis nama Rakyan Sanjiwana. Dahulu tempat singgahRakyan
Sanjiwana di daerah merapi, namun karena meletusnya gunung merapi tempat
tinggal Rakyan Sanjiwana hancur . Maka diberi pendarmaan oleh Raja Balitung berupa
tanah untuk membangun tempat suci. Jaman dahulu pembangunan candi dengan kode
angka namun sekarang di ganti dengan kode<> + | - sebagai tanda berkaitan
antara batu laki-laki dengan batu perempuan, untuk memudahkan pembangunan.
B. Relief
fabel di Candi Sojiwan
1. Relief Seorang Prajurit dan Pedagang
Relief ini merupakan cerita Dhawalamukha yang terdapat pada Kathasaritsagara
yang isinya mengenai seorang punggawa kerajaan yang memiliki dua orang
sahabat yaitu seorang prajurit dan seorang saudagar si
prajurit siap melindungi bila punggawa mengalami
gangguan demikian juga saudagar. Yang siap menolong dengan
hartanya sewaktu-waktu bila punggawa itu memerlukan bantuannya. Punggawa itu
ingin menunjukkan pada istrinya, maka dengan persetujuan istrinya, ia
berpura-pura telah mengalami kesulitan yang tak terampunin oleh raja dan
hal itu disampaikan kepada dua sahabatnya.mendengar hal
tersebut, sang saudagar berkata tak dapat berbuat apa‑apa, tetapi si prajurit menyatakan akan
siap dengan pedang dan tamengnya untuk membela punggawa. Hal ini menunjukkan betapa sang prajurit memiliki rasa kesetiakawanan
dan persaudaraan yang besar terhadap punggawa.
2. Dua ekor angsa menerbangkan
kura-kura.
Dalam tantri dijelaskan bahwa air telaga kumudawati tempat kura-kura
Durbudi yang jantan dan Kacchapa yang perempuan, itu kering.Kawannya si
Cakrangga yang jantan dan Cakranggi yang betina meminta pindah ke tempat yang
berair.Maka minta tolonglah kura-kura itu untuk ikut pindah.Tercapailah
kesepakatan diantara mereka, bahwa kedua angsa siap memindahkannya ke tempat
yang berair. Dimintanya kura-kura menggigit erat tengah kayu dan kedua angsa
akan menerbangkanya. Diingatkan bahwa jangan sampai kendor menggigit dan jangan
sampai berbicara.Setelah tersepakati syarat itu maka kura-kura itu dibawa
terbang.Sampai di atas perkampungan, terdapat banyak orang yang
berteriak-teriak mengenai benda yang dibawa angsa tersebut.Kura-kura tak dapat
menahan diri untuk diam karena tersinggung perasaannya. Baru saja terbuka
sedikit mulutnya lepaslah ia dan akhirnya jatuh. Orang-orang menangkap
kura-kura tersebut dan matilah ia. Cerita tersebut mengisahkan tentang sesuatu
yang akan terjadi apabila kita tidak mematuhi nasihat. Cerita ini terdapat pada
Pali-jataka.Relief tersebut mempunyai panjang 65 cm dan tinggi 30 cm. Terdapat
pada dinding barat.
3. Garuda
berlomba dengan kura-kura.
Pada buku tantri mengisahkan bahwa Garuda selalu menjadikan kura-kura
sebagai makanan sehingga jumlah kura-kura makin habis.Terpikir siasat tetua
kura-kura untuk mengajak berlomba dengan garuda. Kalau kura-kura kalah maka
kura-kura akan merelakan diri menjadi makanan garuda sampai keturunannya nanti,
tetapi apabila garuda kalah ia tidak akan makan kura-kura lagi. Dalam
pertandingan itu kura-kura menyiasatinya dengan menanam kura-kura sepanjang
pantai laut.Setiap garuda memanggil kura-kura maka kura-kura di depannya yang
menyahutnya sampai batas pertandingan akhirnya kura-kura menang.Panjang relief
ini mencapai 65cm dan tinggi 30cm. Terdapat di sudut barat menghadap utara.
4. Buaya
dan kera yang duduk diatas punggung buaya.
Terambil dari pali-jataka yang mengisahkan ada seekor kera yang merupakan
jelmaan dari Bodhisatwa duduk ditepi sungai Gangga. Seekor buaya betina yang
melihatnya dan timbul keinginan untuk memakan hatiya, ia berkata kepada
suaminya agar di tanggapkan kera tersebut. Buaya tersebut menemuinya dan
menceritakan bahwa diseberan sungai terdapat sebuah pohon yang sedang banyak
buahnya dan lezat rasanya. Buaya bersedia menyebrangkan kera itu dan ia naik
kepunggng buaya dan kemudian menuju tengah. Di tengah sungai buaya berterus
terang bahwa isterinya ingin memakan hati kera itu, tetapi kera berkata bahwa
hati kera itu tertinggal di pohon.Maka buaya diajak untuk mengambil
kembali.Tanpa berpikir buaya menuruti kemauan kera.Sesampainya di tepi dia
melompat ke darat.Panjang relief ini adalah 97 cm dan tinggi 30 cm. Terdapat
pada dinding utara.
5. Banteng
dengan singa sedang berkelahi.
Terdapat dalam Jataka dan Pancatantra.mengisahkan tentang lembu jantan
bernama Syatrabah, yang semula bersahabat dengan raja singa, tetapi karena
fitnah Dimnah, keduanya saling mencurugai dan terjadilah perkelahian.Maka
matilah lembu jantan atau banteng oleh raja singa atas fitnah Dimnah. Hal
tersebut menggambarkan persaudaraan yang pecah karena adu domba pihak lain.
Panjangnya 71 cm dan tinggi 30 cm. Terdapat pada tembok sisi utara.
6. Gajah,
setangkai kayu pada belalainya.
Di ceritakan dalan Pancatantra dan Tantri.Mengisahkan tentang seekor gajah
yang sedang berahi. Pada waktu itu hari amat panas, maka ia berteduh di bawah
pohon tamala. Karena suasana berahi dan udara yang panas ia marah dan menarik
tangkai pohon tamala dan patahlah cabang itu. Kebetulan pada cabang itu
terdapat sarang burung gereja suami istri yang mengerami telurnya pecahlah
telur tersebut.Burung tersebut sedih karena hilanglah harapan untuk mendapatkan
anak. Hal tersebut di dengar oleh binatang sekitar, yang merasakan
kesewenang-wenangan gajah .mereka sepakat untuk membalas dendam burung gereja
kepada gajah dan akhirnya gajah pun mati. Terdapat pada sisi utara candi.
7. Seorang
laki-laki dan seekor singa.
Relief tersebut menggambarkan mimpi Bhimaparakrama. Dalam mimpinya itu ia
melihat seekor singa datang bersikap menyerang kepadanya. Mengetahui bahaya itu
ia berdiri dengan memegang pedang dan perisainya. Singa mengetahui akan
mendapat pelawanan dan lari pergi dan di kejar oleh Bhimaparakrama. Panjang
relief ini 68 cm dan tinggi 30 cm terdapat pada sisi utara.
8. Seorang
perempuan, beberapa ekor ikan dan serigala.
Cerita tersebut terdapat dalam Culla-Dhanunggaha-jataka dan Pancatantra.
Mengisahkan tentang petani yang tua tapi kaya dan ia memiliki istri yang muda
dan cantik,tetapi perempuan itu tidak merasa bahagia. Kemudian ia bertemu
dengan seseorang penyamun dengan berani ia memuji kecatikan istri petani
tersebut. Karena pujian-pujian itu berbanggalah hatinya dan ia berkata kepada
penyamun itu bahwa suaminya mempunyai banyak uang tetapi ia sudah tua sehingga
ia sudah tidak mampu bergerak. Ia meminta untuk tinggal bersama penyamun
tersebut dan membawa kekayaan suaminya untuk mengikuti penyamun. Dalam
perjalanan sampai mereka pada sebuah sungai kemudian tibul pikiran penyamun
tersebut untuk melarikan harta istri petani itu. Penyamun kemudian mempunya
rencana untuk menyeberangkan hartanya terlebih dahulu dan juga seluruh pakaian
yang ia gunakan agar tidak basah waktu menyebrang. Kemdian penyamun itu
menyebrangkan semua. Lenyaplah semua harta yang ia miliki. Sementara itu juga
datang seekor serigala yang membawa daging kemudian daging itu ia lepaskan dari
moncongnya, tetapi gagak menyambarnya dan hilanglah semua ikan itu. Hal
tersebut menggambarkan menginginkan hal yang dirasa sangat menyenangkan, tetapi
barang yang masih dalam harapan itu tidak terpegang.Panjang relief ini 92 cm
dan tinggi 30.Terdapat di timur candi.
9. Seorang
pemburu, busur, anak panah,dan serigala.
Bersumber pada pancatantra.Mengisahkan tentang pemburu bernama Bhairawa
dan berburu ke pegunungan Windhaya.Mendapat seekor kijang dan dibawa pulang
dengan dipikulnya. Di tengah jalan ia bertemu dengan babi hutan yang menakutkan
kemudian ia menurunkan kijang dan segera memanah babi utan tersebut, tetapi
babi hutan tersebut dalam keadaan hidup da mati ia melompat dan mengenai perut
pemburu. Kemudian datang seekor serigala yang lapar dan menemukan mereka namun
ia menggigit tali busurnya hingga anak panah terlepas dan membunuhnya. Panjang
relief ini 69 cm dan tinggi 30 cm. Terdapat pada sisi bagian timur candi.
10.
Pendeta, ketam, ular, dan seekor burung.
Dapat diketahui ceritanya dari tantri.Relief tersebut menggambarkan
tentang seorang brahmana dari Patala bernama Dwijaiswara.Ia pecinta binatang.
Ketika berada di Gunung ia melihat sebuah ketam yang hampir mati karena
kekeringan bernama Astapada. Karena lelah ia bersadar dipohon dan tertidur. Ada
seekor ular yang bersahabat dengan seekor burung gagak.Karena ketam mendengar
perkataan jahat dari gagak dan ular yang berniat membunuh orang yang berada di
sekitarnya.Kemudian ketam memberitahu si brahmana untuk membalas budi.Kemudian
ketam berpura-pura menjadi sahabat mereka dan menawarkan untuk memanjangkan
leher mereka agar lebih enak. Kemudian ia menyapit leher mereka hingga mati.
Dari cerita tersebut mempunyai pesan bahwa barang siapa dicintai dan diberi
amal kebaikan hendaklah membalas cinta menurut kemampuan masing-masing.Panjang
relief ini 76 cm dan tinggi 30 cm, terletak di sebelah timur candi.
11. Seekor
burung dengan dua buah kepala.
Cerita ini terdapat pada Jataka dan Pancatantra. Mengisahkan tentang
seekor burung yang bernama Bharanda, ia berbadan satu tapi mempunya dua buah
kepala. Pada suatu ketika kepala yang satu mendapat makanan yang enak, kepala
yang lain meminta sedikit tapi kepala yang makan makanan tadi tidak mau
memberinya dengan alasan nanti masuk perut juga. Hal itu terjadi
berulang-ulang, hingga pada suatu saat kepala yang tak mendapat makanan enak
memakan racun, kepala yang mendapat makanan enak mengingatkan namun nasihatnya
diabaikan, maka dimakanlah makanan beracun itu oleh Bharanda dan akhirnya
matilah Bharanda tersebut.Panjangnya 96 cm dan tinggi 30 cm. Terletak di sisi
timur candi.
12. Seorang
laki-laki tidur di paha seorang perempuan.
Pada relief ini tidak ada
kaitannya dengan cerita binatang. Menggambarkan tentang seorang laki-laki
yang tidur di paha istrinya, tangan kananya menopang kepalanya tangan kirinya
tertekuk dan diletakkan di perutnya. Kedua kakinya tertekuk keatas terdengar ia
sedang mendengar sesuatu, tidur di atas tikar dan memakai kain penutup pada
bagian bawah. Gambar lain adalah seorang perempuan posisi kakinya seperti orag
islam bersembahyang tangan kanan ia pakai menumpu badannya dan tangan kirinya
terangkat untuk menggerakkan sesuatu, dan ia tidak mengenakan pakaian. Terletak
di sisi selatan candi dan panjang relief itu 60 cm tingginya 30 cm.
13. Kambing
dan Gajah.
Mengisahkan tentang ada seekor kambing jantan yang terpisah dari
kelompoknya, maka bertemulah dia dengan seekor gajah, karena siasat dari
kambing tersebut akhirnya gajah bersedia menolongnya, kambing itu di gendongnya
dan diantarkan pulang ke tempat kelompoknya.Panjang relief ini 71 cm dan tinggi
30 cm terdapat di selatan candi.
14. Orang
berkepala singa.
Pada panel tembok bagian selatan terdapat relief seorang laki-laki
terbang, hanya berpakaian penutup bagian bawah badannya. Rambut jan jambang
yang panjang, lidahnya dijulurkan keluar. Tangan dan kaki memakai gelang dan
relief ini tidak ada kaitannya dengan binatang.Panjang relief ini 36 cm dan
tinggi 30 cm terletak di sisi selatan candi.
15. Lembu
jantan dan seekor serigala.
Cerita ini terdapat pada Pancatantra. Mengisahkan tentang serigala yang
hidup di suatu padang yang penuh dengan tikus, sehingga mudahlah dia untuk
mencari makan, tetapi atas desakan istrinya pergilah ia dari tempat itu.
Istrinya menginginkan makanan kantung zakar sapi jantan itu. Sampai lima belas
tahun serigala mengikuti sapi jantan tersebut dan menginginkan agar kantung
zakar sapi itu jatuh, tetapi tidak jatuh juga. Setelah lima belas tahun itu
akhirnya ia pulang dan memberitahu istrinya bahwa yang diinginkan tidak
berhasil dibawa pulang. Pelajaran moral yang dapat kita ambil dari cerita itu
adalah jangan mengharapkan hal yang tidak mungkin terjadi.Panjang relief ini 76
cm dan tinggi 30 cm. Terletak di tembok bagian selatan.
16. Kinnara.
Cerita tersebut terdapat pada Canda-Kinnara-jataka.Mengisahkan tentang
hiduplah kinnara dan kinnari di hutan dengan damai dan bahagia.Tiba-tiba
datanglah musibah ada seorang raja yang menembak mati kinnara. Tindakan raja
itu mengandung maksud, bila kinnara mati maka ia akan mudah mengambil kinnari
sebagai istrinya. Tetapi kinnari tetap menolaknya dan ia berdoa kepada dewa
Saka agar dipertemukan kembali dengan suaminya. Dewa mengabulkan doanya maka,
dihidupkan kembali kinnara dan hidup bahagia dengan istrinya.
C. Struktur
Bangunan Candi Sojiwan
Candi
Sojiwan adalah salah satu candi yang
dibangun dengan bentuk wimana. Bahan penyusun candi bermacam-macam. Candi yang
di buat dari batu andesit, batu bata, dan batu putih atau batu pasir.
Sifat-sifat bahan ini menunjukkan kesulitan dan kemudahan dalam menyusun bentuk
dan menghias candi. Bahan batu putih atau batu pasir memiliki karakter lembut
dan lunak. Di dalam bangunan candi yang dibuat dari bahan ini hampir tidak beda
dengan bangunan candi dari batu andesit. Namun karakter yang lembut dan lunak
ini membuat para senimannya banyak menghindari ornamen yang terlalu rumit. Mungkin
karena tidak ingin sifat lunak dari batu pasir ini menjadi lebih cepat rapuh
yang membuat ornamen cepat rusak.Bahan batu batu mempunyai sifat yang sangat
kaku dan rapuh. Untuk memperindah bangunan candi hanya dapat dilakukan dengan
memperbanyak pelipit mendatar yang akan mengurangi sifat masif dari bangunan
yang besar. Bangunan candi terdiri atas kaki yang melambangkan bhurloka (dunia
manusia), tubuh yang melambangkan bhuwarloka (dunia mereka yang disucikan), dan
atap yang melambangkan swarloka (dunia para dewa). Masing-masing bagian
mempunyai komponen yang umum. Seperti pipi tangga, relung, kala-makara,
jaladwara, antefik, menara sudut, dan kemuncak.
Pada ujung atas
tangga terdapat gawang pintu gerbang berukir kala.
Tubuh candi aslinya penuh berukir sulursulur, akan
tetapi karena banyak batu yang hilang maka dilakukan penggantian batu yang
masih polos. Ruangan bilik dalam kini kosong, hanya terdapat reling dan
singgasana yang aslinya mungkin menyimpan arca budha atau bodhisatwa yang kioni
sudah hilang. Atap candi tersusun tiga yang bertingkat-tingkat. Pada
tingkatan-tingkatan ini terdapat jajaran
stupa-stupa. Bagian puncak candi dimahkotai stupa yang besar.
D. Pemugaran
Candi
Candi
Sojiwan adalah candi setinggi 27 meter dan baru selesai dipugar secara resmi
pada tanggal 16 Desember 2011. Namun, proses restorasi candi sudah sejak tahun
1996. Bahkan, sejak zaman Belanda, mulai dari pencaan batu-batu yang berserakan
sampai ke anastilosis, yaitu metode pemasangan kembali batu-batu candi sesuai
dengan tempat aslinya. Juga memperhatikan kecocokan ukuran, sambungan,
keselarasan, dan dengan mempertimbangkan bentuk aksitektur candi secara
keseluruhan.
Candi
Sojiwan diteliti pertama kali oleh J.R
van Blom, seorang kolonial Belanda yang menulis penelitiannya di Universitas
Leiden, terutama membahas tentang hiasan pada candi. Kemudian pada tahun 1813
Mackenzie menemukan bahwa bagian candi utama terdapat pagar yang berjarak 40
meter mengelilingi candi. Lalu J.F.G. Brumund melakukan penelitian pada bagian
dalam candi, kemudian menyebutnya Candi Kalongan. Candi Sojiwan disusun kembali
reruntuhannya batu-batunya dibawah pimpinan Dorrepaal pada tahun 1893.
Candi
yang bersejarah ini juga mengalami pemugaran pada tahun 1996-2006. Masih banyak
yang harus dibenahi di Candi Sojiwan, terutama pada restorasi relief-relief
yang rusak, serta ornamen-ornamen candi yang kebanyakan masih berupa tumpukan
bau polos. Namun, bagaimanapun juga berdirinya Candi Sojiwan juga patut dipuji,
mengingat candi ini pernah runtuh ketika terjadi gempa 27 Mei 2006, menjelang
akhir restorasi.
E. Budaya
yang dilaksanakan di Candi Sojiwan
Ratusan
umat Hindu di Kabupaten Klaten menggelar upacara perayaan Galungan dan Kuningan
di kompleks Candi Sojiwan, Prambanan, Klaten, Minggu (27/10). Upacara ini
merupakan yang pertama kalinya digelar di candi yang berada di Desa Kebondalem
Kidul, Kecamatan Prambanan, Klaten itu. Sejak pukul 08.00 WIB, umat Hindu dari
berbagai daerah sudah memadati kompleks Candi Sojiwan. Mereka juga membawa
berbagai sesaji dan perlengkapan upacara. Sedangkan puncak upacara sembahyang
Galungan dan Kuningan dimulai sekitar pukul 11.00 WIB. Tidak hanya dihadiri
umat Hindu Klaten, sejumlah umat dari wilayah Sleman dan Yogyakarta juga hadir
dalam perayaan itu. Ketua Panitia, I Wayan Sahopiartha, mengungkapkan, tema
peringatan Galungan tahun ini adalah ‘Membangun Kebersamaan Melalui Jalan
Dharma’. Diharapkan, dengan tema itu dapat teralin sikap kebersamaan antar
manusia yang dilandasi kebajikan dan kebenaran. “Kebersamaan bukan hanya
terjalin antar umat Hindu namun seluruh umat beragama. Sehingga menciptakan
perdamaian di seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang perbedaan,” ungkap I
Wayan Sahopiartha kepada Timlo.net. Terkait dengan dipilihnya Candi
Sojiwan sebagai pusat upacara, I Wayan Sahopiartha mengungkapkan, Candi Sojiwan
merupakan monumental kerukunan umat beragama, yakni Hindu dan Budha. Sementara
itu, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Jawa Tengah I Nyoman Suharta
mengungkapkan, Galungan adalah peringatan kemenangan dharma atau kebaikan
melawan adharma atau kebatilan. “Di dalam diri manusia setiap saat terjadi
pertempuran antara dharma dan adharma. Musuh-musuh yang ada dalam diri manusia
tidak akan pernah terkalahkan, yang didominasi hawa nafsu. Ini yang harus kita
perangi,” ujar I Nyoman Suharta.
a. Bagian-bagian
dari candi
|
Arupadatu
|
|
Rupadatu
|
|
Kamadatu
|
b. Rangka
wimana (rangka candi sojiwan) kode
pembangunan candi
c. Kala
d. Pipi
tangga dan makara
|
|
Gambaran Di Lingkungan Candi Sojiwan dan foto kami
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah
melaksanakan kunjungan ke salah satu cagar budaya khususnya ke Candi Sojiwan
kami dapat menyimpulkan bahwa dapat :
1.
Menambah
wawasan mengenai peninggalan jaman dahulu yang sangat indah.
2.
Mengetahui
letak cagar budaya di daerah sekitar .
3.
Menginspirasi
kaum muda untuk ikut melestarikan peninggalan jaman dahulu.







































Tidak ada komentar:
Posting Komentar